Riyoyo Kupat
RIYOYO KUPAT
Dalam
tradisi Jawa kuna, Kupatan atau Badha Kecil (Hari Raya Ketupat)
dirayakan sepasar (5 hari) setelah
Hari Raya Lebaran (Idhul Fitri). Jadi Kupatan jatuh pada tanggal 6 Syawal tahun
Hijriyah. Maka masyarakat baru membuat ketupat pada tanggal 6 Syawal dan
seterusnya. Biasanya, mereka membawa ketupat ke punden desa atau tempat-tempat
keramat dan digantungkan di kusen pintu rumah untuk sesaji. Kupatan juga
disebut Badha Kecil (Hari Raya
Anak-Anak), karena dipercaya sebagai perayaan kegembiraan ruh anak-anak kecil
yang telah meninggal dan mendapat kiriman sesaji dari para rang tua mereka. OLeh
karena itulah bagi para rang tua yang mempunyai anak kecil yang sudah meninggal
atau pernah keguguran wajib membuat ketupat untuk sesaji.
Setelah
datangnya Islam, tradisi Ketupat tidak serta merta dilarang dan tetap dipertahankan.
Masyarakat merayakan Hari Raya Ketupat sebagai bentuk rasa syukur karena telah
menunaikan ibadah Puasa Syawal selama 6 hari. Ketupat juga sebagai ajang
silarurahmi antar tetangga dengan membawa hantaran berupa ketupat dan lepet
sebagai buah tangan yang dapat diartikan shadaqoh
pada sesama.
Sebelum
datangnya Islam jenis makanan ini belum bernama Kupat. Namun setelah Islam
datang, salah satu dari Wali Songo menamakan makanan ini dengan KUPAT yang
berasal dari singkatan ngaKu lePAT (mengaku salah) dan LEPET dari asal kata
LEPAT (salah). Jadi dengan membawa hantaran KUPAT dan LEPET saat silaturahmi
dengan tetangga, maka mereka mengakui atas segala kesalahan atau memohon maaf.
Karena
itulah pada masyarakat Jawa Pada umumnya (Jawa Tengah, Jogjakarta, dan Jawa
Timur), makanan ketupat dan teman-temannya baru ada setelah Hari Raya Idhul
Fitri usai.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan komentar, Friend !