Laskar Pelangi Melawan Keterbatasan



LASKAR PELANGI MELAWAN KETERBATASAN
Oleh : Hd. Aisya

Judul Buku   : Laskar Pelangi
Pengarang    : Andrea Hirata
Penerbit         : Bentang Pustaka
Tahun Terbit : 2008
Cetakan         : Kedua puluh, Maret 2008
Ukuran           : 13 cm x 20,5 cm
Tebal              : xviii + 534 halaman
ISBN               : 979-3062-79-7

Novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata merupakan buku pertama dari Tetralogi Laskar Pelangi. Buku berikutnya adalah Sang pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov. Novel Laskar Pelangi telah diadaptasi menjadi sebuah film dengan judul yang sama. Film Laskar Pelangi diproduksi oleh Miles Films dan Mizan Production, dan digarap oleh sutradara Riri Riza.

Laskar Pelangi adalah novel pertama Andrea Hirata yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada tahun 2005. Novel ini bercerita tentang 10 anak dari keluarga miskin yang bersekolah (SD dan SMP) di sebuah Sekolah Muhammadiyah di Pulau Belitong yang penuhi dengan ketebatasan. Mereka adalah Ikal (Andrea Hirata), Lintang (Lintang Samudra Basara bin Syahbani Maulana Basara), Sahara (N.A. Sahara Aulia Fadillah binti K,A. Muslim Ramdhani Fadillah), Mahar (Mahar Ahlan bin Jumadi Ahlan bin Zubair bin Awan), A Kiong (Muhammad Jundullah Ghufron Noor Zaman), Syahdan (Syahdan Noor Aziz bin Syahari Noor Aziz), Kucai (Mukharam Kucai Khairani), Borek alias Samson, Trapani (Trapani Ihsan Jaman bin Zainuddin Ilham Jamari), dan Harun (Harun Ardhli Ramadhan bin Syamsul Hazana Ramadhan).

Novel ini mengisahkan tentang kehidupan di Pulau Belitong yang kontras karena kaya akan timah, namun masyarakat tidak mampu memenuhi kehidupannya sehari-hari. Novel ini juga menceritakan tentang semangat juang dari anak-anak kampung Gantung di Pulau Belitong untuk mengubah nasib mereka melalui sekolah. Sebagian besar orang tua mereka lebih senang melihat anak-anaknya membantunya bekerja dari pada belajar di sekolah. Kesulitan terus menerus membayangi sekolah kampung itu. Sekolah yang dibangun dengan jiwa ikhlas dan kepeloporan dua guru yaitu seorang Kepala Sekolah yang sudah tua bernama bapak Harfan Efendy Noor dan ibu guru muda yang bernama ibu Muslimah Hafsari. Walaupun keduanya hidup sangat miskin, tetapi tetap berusaha mempertahankan semangat melalui dunia pendidikan di kampung Gantung.

Sekolah yang nyaris dibubarkan oleh pengawas sekolah Depdikbud Sumatera Selatan karena kekurangan murid itu terselamatkan berkat seorang anak yang sepanjang masa sekolah tak pernah mendapatkan raport. Sekolah yang dihidupi lewat uluran tangan donatur di komunitas marjinal yang sangat miskin. Keadaan sekolah yang memprihatinkan, seperti gedung sekolah yang hampir roboh, ruang kelas beralas tanah, beratap bolong-bolong berbangku seadanya, dan pada malam hari digunakan untuk menyimpan ternak, bahkan kapur tulis sekalipun terasa mahal. Sekolah yang hanya mampu menggaji guru dan kepala sekolahnya dengan sekian kilo beras, sehingga para guru itu terpaksa menafkahi keluarganya dengan cara lain. Pak Harfan mencangkul sebidang kebun  dan Bu Mus menerima jahitan.

Kendati demikian, keajaiban demi keajaiban seakan terjadi setiap hari di sekolah yang dari jauh tampak seperti bangunan yang akan roboh itu. Semuanya terjadi karena sejak hari pertama kelas satu, Pak Harfan dan Bu Mus yang hanya berijazah SKP (Sekolah Kepandaian Putri) itu saling bahu membahu membesarkan hati anak-anak tadi agar percaya diri, berani berkompetisi, menghargai dan menempatkan pendidikan sebagai hal yang sangat penting dalam hidup ini.

Pak Harfan dan Bu Mus merupakan guru yang ulung sehingga menghasilkan seorang murid yang sangat pintar. Mereka berdua mampu mengasah bakat beberapa murid lainnya. Pak Harfan dan Bu Mus yang amat menyayangi kesepuluh muridnya itu mengobarkan cinta sesama dan saling menolong. Kedua guru miskin itulah yang memberi julukan kesepuluh muridnya itu sebagai Laskar Pelangi.

Keajaiban terjadi ketika tim Sekolah Muhamadiyah dipimpin Mahar mampu menjuarai karnaval mengalahkan sekolah-sekolah negeri dan Sekolah PN  yang sangat kaya itu. Dan keajaiban puncaknya ketika tim cerdas cermat yang beranggota Ikal, Lintang, dan Sahara berhasil menjuarai lomba cermat mengalahkan sekolah-sekolah negeri dan Sekolah PN.

Kejadian yang paling menyedihkan melanda Sekolah Muhammadiyah ketika Lintang, siswa paling jenius anggota Laskar Pelangi itu harus berhenti sekolah, padahal tinggal satu triwulan saja menyelesaikan SMP. Ia terpaksa harus berhenti kerena ia anak laki-laki tertua yang harus menghidupi keluarganya, semenjak ayahnya meninggal dunia. Meskipun awal tahun 90-an Sekolah Muhammadiyah itu akhirnya ditutup karena sama sekali sudah tidak dapat membiayai  diri sendiri, tapi semangat, itegritas, keluhuran budi, dan ketekunan yang diajarkan Pak Harfan dan Ibu Mus tetap hidup dalam hati Laskar Pelangi. Akhirnya kedua guru itu bisa berbangga karena di antara sepuluh orang anggota Laskar Pelangi sekarang ada yang  menjadi wakil rakyat, ada yang menjadi Research and Development Manager di salah satu perusahaan multi nasional, dan juga ada yang mendapat beasisiwa Internasinal kemudian melakukan research di University the Paris Surbonne dan lulus S2 dengan predikat with distinction dari sebuah universitas terkemuka di Inggris. Semua itu berkat dari pendidikan akhlak dan kecintaan intelektual yang di ajarkan oleh Pak Harfan dan Bu Mus. Kedua orang hebat yang sepanjang hidup mereka selalu hidup dalam kesederhanaan dan kejujuran di ujung paling selatan Sumatra itu.

Kelebihan Buku
Banyak sekali pelajaran yang bisa kita teladani dari novel Laskar Pelangi ini, di antaranya : keagamaan, moral, ketegaran hidup, persahabatan dan cinta kasih pada sesama. Selain itu kita juga dapat meneladani tentang kegigihan para Laskar Pelangi dalam mengejar impiannya.

Kekurangan Buku
Terdapat banyak kata-kata yang sulit untuk dipahami atau dimengerti, karena menggunakan kata-kata asing (ilmiah) dan kata-kata dalam bahasa daerah yang belum ada padan katanya dalam bahasa Indonesia baku, sehingga kurangnya penjelasan kata-kata itu pada bagian glosarium.

Kesimpulan
Dengan novel Laskar Pelangi karangan Andrea Hirata ini, kita dapat mengambil beberapa pelajaran hidup yang penting, salah satunya kita harus benar-benar menghargai hidup, menghargai semua pemberian Tuhan, tidak pantang menyerah bila menginginkan sesuatu, dan tidak ada yang tidak mungkin, asalkan kita mau dan berusaha meraihnya.

Novel ini memiliki pesan moral, pendidikan, dan sosial yang sangat bagus bagi para pelajar yang mendapat kemudahan ekonomi dan fasilitas dalam menggapai pendidikan, bagi para pendidik yang mempunyai kewajiban untuk memajukan dunia pendidikan, dan bagi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk membangun sarana dan prasarana di bidang pendidikan serta lebih memperhatikan kebutuhan dan kesejahteraan para guru dan para murid di Indonesia.

Saran
Hindari kata-kata dalam bahasa daerah atau asing (ilmiah) yang belum ada padan kata atau penjelasaanya dalam bahasa Indonesia.
Gunakan bahasa Indonesia dalam penceritaan tanpa merubah esensi makna yang ingin diceritakan oleh pengarang pada pembaca.
Menambahkan catatan kaki untuk penjelasan singkat sebuah kata asing (ilmiah) atau daerah, sehingga pembaca tidak perlu harus membuka lembar glosarium yang letaknya di lembar belakang, agar pembaca lebih nyaman menikmati setiap alur cerita yang dibacanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

949 Taman Hijaukan Surabaya

RASA MERDEKA

Berkebun Sawi Saat Pandemi